Sumber Foto : Koleksi Dinas Perpustakaan dan Arsip Provinsi Sumatera Utara
PENTINGNYA LITERASI UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Literasi, menurut Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia periode 2016-2023, Muhammad Syarif Bando adalah kedalaman pengetahuan seseorang terhadap subyek suatu ilmu penetahuan tertentu yang dapat diimplementasikan dengan inovasi dan kreaktivitas untuk memproduksi barang dan jasa yang berkualitas tinggi, serta dapat dipakai untuk memenangkan persaingan global. Hal itu beliau sampaikan pada saat memberikan kata sambutan secara luring pada kegiatan Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat (PILM) untuk Kesejahteraan di Universitas Hasanudin, Jumat, 23 Desember 2022. Pertanyaannya, apakah kalau literasi dimaknai seperti itu lantas dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Artikel itu ditulis dalam rangka untuk menjelaskan relativitas antara literasi dengan kesejahteraan masyarakat baik secara teoritis maupun secara pragmatis, dan jawabannya secara empiris iya
A. Pendahuluan
Semenjak UNESCO mencanangkan tanggal 8 September 1965 sebagai Hari Literasi Internasional (International Literacy Day), istilah literasi menjadi isu dunia. Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Mohammad Syarif Bando melontarkan pernyataan bahwa literasi tidak lagi dimaknai secara sempit, tetapi dimaknai secara luas untuk mengatasi persoalan global (global issue), yaitu kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan. Menurut Syarif Bando literasi adalah kedalaman pengetahuan seseorang terhadap subyek suatu ilmu penetahuan tertentu yang dapat diimplementasikan dengan inovasi dan kreaktivitas untuk memproduksi barang dan jasa yang berkualitas tinggi, serta dapat dipakai untuk memenangkan persaingan global. Menurut Muhammad Syarif Bando, literasi tersebut dibagi kedalam empat tingkatan, pertama, kemampuan mengumpulkan sumber-sumber bacaan, kedua, memahami yang tersurat dan yang tersirat, ketiga, mampu mengemukan ide, teori, kreaktivitas dan inovasi baru, dan keempat, mampu menciptkan barang dan jasa yang bermutu yang dapat dipakai dalam kompetisi global.
Definisi itu, sangat diferensial dengan apa yang dinyatakan oleh UNESCO maupun oleh National Institute for Literacy. UNESCO sendiri memaknai literasi sebagai seperangkat ketrampilan nyata, terutama ketrampilan di dalam membaca dan menulis yang terlepas dari konteks yang mana ketrampilan tersebut diperoleh serta siapa yang memperolehnya. Sedangkan National Institute for Literacy mengartikan literasi sebagai kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekejaan, keuarga dan masyarakat.
Sehubungan dengan isu global tersebut, RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) 2020-2024 Presiden Joko Widodo fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dan, literasi sangat menentukan kesejahteraan masyarakat karena percaturan global sudah pada tingkat literasi. Sekalipun RPJMN disusun untuk periode 2020-2024, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sejak tahun 2017 sudah mengusulkan program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS) untuk menjadi skala prioritas nasional. Hal ini dilakukan untuk dapat membuktikan bahwa literasi dapat mengubah nasib orang menjadi sejahtera. Dan, pada periode ke-2 kepemimpinan Presiden Joko Widodo program TPBIS sudah menjadi prioritas nomor wahid.
Dalam tataran global, dewasa ini literasi masih didominasi oleh Tiongkok, dan Indonesia masih ketinggalan jauh. Dalam percaturan kompetisi global, Tiongkok sudah merajai dunia internasional. Akan tetapi, sekalipun begitu menurut Mohammad Syarif Bando Perpustakaan Nasional Republik Indonesiapada saat ini menjadi perpustakaan terbaik ketiga di dunia pada top open access journal ilmiah dengan kurang lebih 4 milyar artikel. Untuk mengejar ketinggalan tersebut, pada tahun 2021 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia fokus membicarakan persoalan literasi di sisi hilir dan hulu. Pada sisi hilir, hasil survei yang menunjukkan masih rendahnya budaya baca masyarakat, tampaknya berbanding lurus dengan rendahnya tingkat literasi. Atas dasar ini dunia internasional menilai bahwa daya saing Indonesia di tingkat global serta income per kapitanya masih tergolong rendah.
Sementara pada sisi hulu, peran eksekutif, legislatif dan yudikatif serta komponen lain, yang bertugas mencerdaskan kehidupan bangsa masih perlu ditingkatkan dan dioptimalkan kolaborasi dan koordinasinya. Jauh-jauh sebelumnya, Perpustakaan Nasional Republik Indonesa dibawah kepemimpinan Ibu Mastini Hardjoprakososo sudah menjadikan buku sebagai kebutuhan pokok yang ke-10 dalam upaya meningkatkan literasi masyarakat. Kemudian pada kepemimpinan Muhammad Syarif Bando pada tanggal 8 Maret telah diterbitkan Peraturan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2023 tentang Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial sebagai bentuk keseriusan bahwa literasi dapat menuju kesejahteraan. Dalam Peraturan tersebut dituangkan secara tersurat tujuan TPBIS adalah : pertama, meningkatkan peran dan fungsi perpustakaan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kedua, meningkatkan kualitas layanan perpustakaan. Ketiga meningkatkan pemanfaatan layanan perpustakaan sesuai kebutuhan masyarakat. Keempat membangun komitmen dan dukungan pemangku kepentingan untuk TPBIS yang berkelanjutan. Dan, kelima meningkatkan kemampuan literasi dalam mendukung pemberdayaan masyarakat.
Pada sisi lain, Idris Apandi, seorang penulis Buku Gerakan Literasi dan Penguatan Pendidikan Karakter, di dalam bukunya yang berjudul “ Literasi Untuk Kesejahteraan Masyarakat” menegaskan bahwa literasi dan kesejahteraan adalah dua hal yang saling berhubungan. Ungkapan tersebut merupakan bentuk premis minor yang dibangun atas premis mayor, yang disebut middle range theory. Silogismenya di mana orang atau bangsa yang cerdas literasinya niscaya akan mencapai kesejahtraan. Secara teoritis, kejahteraan tersebut dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sejahtera lahir dan sejatera batin. Sejahtera lahir, kaitannya dengan terpenuhinya kebutuhan hidup, terjaganya kesehatan, dan memiliki materi yang melebihi standar kebutuhan mimimal, sehingga dapa menabung dan beinvestasi. Sedangkan kesejahteraan batin, kaitannya dengan rasa senang, bahagia, gembira, aman, damai dan tenteram.
B. Ulasan
Membaca adalah salah satu aspek dari kegiatan literasi. Orang yang banyak membaca benefit-nya akan merasakan kesejahteraan. Minimal, dalam pengertian sejahtera batin, misal mendaptakan kepuasan batin, ketenangan jiwa, dan bertambah wawasan serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada aspek lain, membaca juga dapat menjadi wahana untuk menggapai kesejahteraan lahir. Orang yang sedang menghadapi kesulitan, pada saat jiwa literasinya dapat dioptimalkan, akan mencari alternatif solusi problem shelving. Pada saat seseorang hidup dalam garis kemiskinan, dia akan bangkit, akan bekeja lebih keras dan kreaktif mencari peluang usaha agar dapat bertahan hidup dan keluar dari belenggu kemiskinan.
Orang yang literasinya cerdas, akan selalu banyak akal. Yang dia ingat “ banyak jalan menuju Roma”. Tidak lekas putus asa, tidap cepat patah semangat, selalu optimis dan tidak mudah menyerah. Pada saat satu jalan tertutup, dia mencoba pada jalan yang lain. Pernah kita menyaksikan seseorang yang berpendidikan rendah, tetapi dia sukses menjadi seorang pengusaha yang berhasil. Setelah diselidiki, ternyata dia adalah pembelajar yang ulet. Selain belajar tutorial pembuatan sebuah produk pada “You Tube”, dia juga rajin membaca buku-buku yang terkait di bidangnya. Perlu disadari, bahwa belajar jangan hanya dipahami harus membaca buku-buku teks, buku-buku referensi, buku-buku biografi orang sukses. Akan tetapi, belajar dapat dimaknai secara luas, misal belajar dari pahit getirnya liku-liku kehidupan, belajar dari kegagalan, belajar dari kesuksesan orang lain, dan juga belajar dari tokoh-tokoh inspiratif.
Ada cerita seorang pencari pekerjaan supaya berhasil dia selalu membaca, mencari berbagai lowongan pekerjaan di berbagai macam media cetak dan elektronik. Pada saat menjadi seorang karyawan, dia ingin mengembangkan diri atau menigkatkan kompetensi, dia tentu harus rajin membaca. Begitu juga bagi seorang pengangguran, jika ingin memilki penghasilan, dia harus membuka usaha sendiri. Dia harus membaca strategi sebagai pengusaha pemula. Selain itu, dia pun harus mau “membaca” trend atau peluangusaha yang dapat dikembangkan.
Begitu juga, ada cerita seorang petani di suatu daerah, yang dapat mengubah tanah gersang, tandus, dan tidak produktif, menjadi tanah yang subur dan produktif. Tanah tersebut ditanami dengan berbagai macam tanaman yang sesuai dengan karakteristk dan musimnya, sehingga dapat menghasilkan keuntungan yang banyak. Keberhasilan seorang petani tersebut, sudah barang tentu, tidak terlepas dari proses belajar sepanjang hayat, termasuk di dalamnya membaca berbagai macam media, salah satunya adalah aspek literasi.
Paradigma yang berlaku di masyarakat, adanya kesalahan persepsi, dianggapnya membaca adalah kegiatan kaum terpelajar, kegiatan kaum akademisi, kaum intelektual dan kalangan para mahasiswa. Oleh karenanya, kegiatan membaca terkesan hanya untuk kalangan tertentu, sehingga aktivitas membaca dianggap“eksklusif”. Padahal, senyatanya kegiatan membaca adalah kegiatan untuk semua orang, siapa pun dia. Bagi umat Muslim perintah pertama agama adalah membaca kemudian menulis, itulah yang dikenal dengan istilah “iqra” dan “qolam”. Sampai saat ini, ajaran “iqro” dan “qolam” tersebut belum membumi di masyarakat. Tampaknya masih seperti pepatah “jauh panggang dari api”, masih jauh dari kenyataan dalam kehidupan sehari-hari.
Mengingat membaca masih dianggap hal yang “eksklusif” di kalangan masyarakat, oleh karena itu diperlukan adanya strategi yang jitu dan efektif untuk mengingatkan kesadaran msyarakat agar terus membaca. Pemerintah dan para pegiat literasi untuk tidak bosan-bosan mengkapanyekan kegiatan membaca melalui berbagai program dan kegiatan, sehingga kesadaran masyarakat untuk terus membaca dapat diwujudkan. Gerakan ini harus terus dipacu dan didorong, agar masayarakat kita menyadari bahwa negara-negara yang ekonominya sudah maju disebabkan karena penduduknya rata-rata gemar membaca.
Pada tahun 2018 World Economic Forum merilis data dari 12 kota di dunia yang memiliki jumlah peminjam buku terbanyak. Data tersebut dikumpulkan oleh World Cities Culture Forum. Ke-12 kota itu, antara lain : 1) Tokyo, Jepang. Setiap tahunnya ada 111,9 juta buku di Perpustakaan Tokyo, yang dipinjam oleh masyarakat Jepang, padahal penduduknya hanya 14,1 juta jiwa. 2) Shanghai, Cina. Setiap tahunnya, 86,2 juta buku di Perpustakaan Shanghai yang dipinjam oleh masyarakat Cina. Dilihat bentuk bangunan fisiknya perpustakaan tersebut merupakan perpustakaan tertinggi di dunia, tingginya mencapai 106 meter. 3). New York, Amerika Serikat. Setiap tahunnya, ada 56,3 juta buku yang dipinjam. 4) Hongkong, Cina Taipeh. Setiap tahunnya sebanyak 49,8 juta buku di Perpustakaan Hongkong yang dipinjam oleh masyarakat. 5) Los Angeles, Amerika Serikat. Ada 44,2 juta buku di Perpustakaan Los Angeles yang dipinjam oleh masyarakat. 6) Singapura, sedikitnya 33 juta buku per tahun yang dipinjam oleh masyarakat Singapura, padahal jumlah penduduknya hanya 3,5 juta jiwa. 7) Moskow, Rusia. Per tahunnya ada 30,3 juta buku yang dipinjam oleh masyarakat. 8) Toronto, Kanada. Setiap tahunnya sebanyak 30,2 juta buku yang dipinjam oleh masyarakat. 9) Melbourne, Australia. Sebanyak 29,1 juta buku yang dipinjam oleh masyarakat. 10) Paris, Perancis. Terdapat 28,3 juta buku yang dipinjam per tahunnya oleh masyarakat setempat. 11) Seoul, Korea Selatan. Terdapat 26 juta buku per tahunnya yang dipinjam masyarakat. 12) London, Inggris. Sebanyak 25,8 juta buku per tahunnya yang dipinjam oleh masyarakat. World Economic Forum sudah memprediksi bahwa pada tahun 2022 permintaan akan ketrampilan akan bergeserke arah ketrampilanyang dapat dipupuk melalui kegiatan membaca.
Di Indonesia pun sebagai bagian masyarakat dunia, sudah mulai bergerak ke arah sana. Hal dapat kita lihat makin berkembangnya pemaknaan literasi dan gerakan literasi sebagai parameter kemajuan suatu bangsa. Elemen masyarakat sudah menyadari tentang pentingnya tujuan literasi, yaitu :
- Dengan literasi, tingkat pemahaman seseorang dalam mengambil kesimpulan dari informasi yang diterima akan lebih baik;
- Membantu orang berpikir kritis dan analitis, tidak mudah terkecoh dengan berita-berita yang tidak jelas;
- Membantu meningkatkan pengetahuan masyarakat dengan membaca;
- Membantu menumbuhkan serta mengembangkan nilai budi pekerti yang baik dalam diri sesorang.
Di samping itu mulai tumbuh kesadaran masyarakat tentang manfaat literasi, yaitu :
- Memperkaya kosa kata;
- Memperluas wawasan dan pengetahuan;
- Membantu berpikir kritis untuk pengambilan keputusan
- Membuat otak bekerja lebih optimal;
- Mengasah kemampuan dalam menangkap dan memahami informasi dari bacaan;
- Mengasah kemampuan menulis dan menangkap kata dengan lebih baik;
- Melatih konsentrasi dan fokus di dalam bekerja;
- Mengembangkan kemapuan verbal;
- Meningkatkan kepekaan terhadap informasi yang ada di flatform media terutama media digital; dan
- Meningkatkan kreaktivitas di dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
C. Penutup
Sebagaimana telah dikatakan oleh Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia periode (2016-2023), Muhammad Syarif Bando bahwa pada dewasa ini persaingain antarnegara di dunia sudah pada tingkat literasi. Untuk itu, sejak tahun 2017 Perpustakaan Nasional RepubliK Indonesia sudah menggaungkan program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusif Sosial. Tujuannya adalah untuk meningkatkan akses kepada masyarakatagar mendapatkan informasi yang lebih luas, terutama masyarakat di pedesaan. Dengan adanya akses informasi yang lebih inklusif diharapkan akan adanya proses belajar yang mendorong kreaktivitas dan inovasi agar masyarakat pedesaan lebih kreaktif, yang pada muaranya akan tercipta adanya kesesjahteraan bagi masyarakat pedesaan itu sendiri.Masyarakat pedesaan sebagai subyek dan obyek utama dari tujuan Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial, maka peran perpustakaan umum provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan harus lebih ditingkatkan dan disinergitaskan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia masyarakat pedesaan agar lebih sejahtera.
Kemudian Progam TPBIS ini, seyogianya didukung oleh semua elemen anak bangsa, terutama para pemangku kepentingan karena merupakan realisasi amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan dan Peraturan pemerintah Nomor Nomor 18 tahun 2016 tentangOrganisasi Perangkat Daerah sebagai tindaklanjut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Perpustakaan ditetapkan sebagai urusan wajib non pelayanan dasar, untuk menyediakan layanan perpustakaan yang sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta sesuai kebutuhan masyarakat.